Minggu, 29 Mei 2016

Fungsi Perawat

Fungsi Perawat
Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan peran seseorang. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain (Mubarak & Chayatin, 2009). Dalam menjalankan perannya, perawat akan melakukan berbagai fungsi yaitu:
1.    Fungsi independen adalah fungsi dimana perawat melakukan perannya secara mandiri, tidak bergantung pada orang lain, atau tim kesehatan lain. Perawat harus dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, baik bio-psiko-sosiokultural, maupun sepiritual, mulai dari tingkat individu yang utuh mencangkup seluruh siklus kehidupan, sampai pada tingkat masyarakat yang mencerminkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler. Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat dan perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana keputusan tindakannya.
2.    Fungsi Dependen yaitu kegiatan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh seorang perawat atas instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli gizi, radiologi dan lainnya).

3.    Fungsi Interdependen, fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling ketergantungan baik dalam keperawatan maupun kesehatan

Kamis, 26 Mei 2016

Konsep Elevasi Kaki

Konsep Elevasi Kaki
Normal volume darah manusia sekitar 70-75 ml/kgBB. Volume darah didistribusikan diantara intra thorak (15%) dan ekstra thorak (85%). Prosentase terbanyak ekstra thorak berada didalam sistem vena (70%) sekitar 2500 ml, arteri (10%) dan kapiler (5%). Pada keadaan normal, pada posisi berdiri dimana kaki tidak bergerak, system vena pada kaki bisa berisi darah sampai 500 ml (Ganong, 2008).
Elevasi kaki merupakan pengaturan posisi dimana anggota gerak bagian bawah diatur pada posisi lebih tinggi dari pada jantung. Kondisi tersebut merupakan suatu upaya untuk membuat suatu perbedaan tekanan antara ujung kaki dan bagian badan atau jantung. Pada saat ada hilangnya tonus otot vena, maka darah dalam pembuluh darah bersifat seperti cairan yang mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, tetapi pada aliran darah dari kaki untuk sampai ke jantung akan melewati hambatan dari tekanan abdomen. Oleh karena itu maka ketinggian dari elevasi kaki perlu diperhitungkan (Guyton, 2008).

Aliran darah melalui pembuluh darah ditentukan oleh perbedaan tekanan diantara kedua ujung pembuluh darah yang merupakan tenaga pendorong darah melalui pembuluh darah. Tekanan yang mendorong darah melalui pembuluh darah merupakan gabungan dari tiga komponen yaitu energy tekanan, energi kinetik dan energi gravitasi. Sedangkan tahanan salah satunya tergantung diameter pembuluh darah, semakin besar diameter pembuluh darah maka akan semakin kecil tahanan yang merintangi aliran darah (Guyton, 2008). Aliran darah di dalam sirkulasi bersifat laminar dan di dalam vena terdapat katub yang memungkinkan aliran darah vena selalu menuju ke jantung (Ganong, 2008).

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi terjadinya Hipotensi pada Spinal Anestesi

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi terjadinya Hipotensi pada Spinal Anestesi
Terjadinya penurunan tekanan darah pada pasien spinal anestesi tidak sama derajatnya pada semua orang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan tekanan darah pada pasien yang dilakukan spinal anestesi. Faktor – faktor tersebut adalah (Liguori, 2007; Rathmell, 2004) :
a.    Ketinggian blok simpatis.
Semakin tinggi blok akan menyebabkan semakin meluasnya blokade dari simpatis oleh obat lokal anestesi. blok yang semakin tinggi akan menyebakan efek vasodilatasi juga semakin banyak sehingga venous pooling meningkat dan curah jantung menurun yang mengakibatkan penurunan tekanan darah akan semakin berat.
b.    Posisi pasien.
Blokade simpatis pada spinal anestesi menyebabkan hilangnya fungsi kontrol dan menyebabkan venous return menjadi tergantung pada gravitasi. Jika anggota gerak bawah lebih rendah daripada jantung dan vena- vena berdilatasi, maka akan terjadi pemindahan volume darah yang banyak yang menyebabkan terjadinya penumpukan darah yang banyak (venous pooling). Pasien dengan posisi head up akan cenderung terjadi hipotensi, oleh karena itu sebaiknya posisi ektermitas bawah pasien lebih tinggi daripada jantung untuk mempertahankan venous return.
c.    Kondisi pasien
Kondisi pasien saat hidrasi belum cukup, akan mempengaruhim volume darah dan pada akhirnya akan berefek terhadap curah jantung. Status fisik pasien yang sering disebut ASA (American Society of Anesthesiologist) juga menjadi pertimbangan dalam pemberian spinal anestesi. Oleh karena spinal anestesi akan berakibat adanya penurunan curah jantung yang nyata, maka ASA 1 dan 2 merupakan kondisi pasien yang masih layak untuk dilakukan spinal anestesi.
Klasifikasi pasien berdasarkan ASA adalah sebagai berikut: ASA 1 adalah pasien dalam keadaan sehat, tidak memiliki kelainan organic atau sistemik selain penyakit yang akan di operasi. ASA 2 adalah pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya seperti contoh pasien batu ureter dengan asma tetapi tidak dalam masa serangan atau pasien appendiksitis akut dengan leukositosis . ASA 3 adalah pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang di akibatkan karena berbagai penyebab seperti pasien appendiksitis perporasi dengan septic semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA 4 adalah pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya. ASA 5 pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
d.   Agent spinal anestesi.

Derajat hipotensi tergantung juga pada agen anestesi spinal, pada level anestesi yang sama, bupivacain mengakibatkan hipotensi yang lebih kecil dari tetracaine. Agen anestesi yang hiperbarik juga akan menyebabkan hipotensi lebih sering dari pada agent anestesi isobarik.

Tekanan Darah dan Hipotensi

Tekanan Darah dan Hipotensi
1.        Definisi dan Fisiologi Tekanan Darah.
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri saat darah dipompakan keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah berarti kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir dalam pembuluh darah dan beredar mencapai seluruh jaringan tubuh manusia.
Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, volume, keadaan pembuluh darah dan kekentalan darah. Tekanan darah terjadi akibat fenomena siklis. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik sedangkan tekanan diastolikadalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri dan viskositas darah (Smeltzer & Bare, 2006). Tekanan darah normal orang dewasa pada umumnya 120/80 mmHg. Batas diastole dikatakan normal adalah 60-90 mmHg sedangkan sistole dikatakan normal di atas 90 – 140 mmHg. Dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) diatas 140 mmHg (Puspitorini, 2008).
Beberapa hal yang dapat meningkatkan aliran balik vena adalah peningkatan volume darah. Pada kondisi tonus atau kontraktilitas vaskuler berkurang serta adanya kelumpuhan otot seperti pada blok anestesi venous return tidak terjadi secara maksimal, karena secara fisiologis pooling terjadi akibat gaya gravitasi tidak teratasi (Guyton & Hall, 2008).
Unit standar untuk untuk pengukuran tekanan darah adalah millimeter air raksa (mmHg). Pengukuran menandakan sampai setinggi mana tekanan darah dapat mencapai kolom air raksa, Tekanan darah dicatat dengan pembacaan sistolik sebelum diastolik (Corwin, 2009).
Sebenarnya tekanan darah berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Bila tekanan pada air raksa 50 mmHg itu berarti bahwa kekuatan yang dihasilkan adalah cukup untuk mendorong kolom air raksa sampai setinggi 50 milimeter (mm).
Demikian juga bila tekanan 100 mmHg akan mendorong kolom air raksa setinggi 100 milimeter. Kadang-kadang tekanan dinyatakan dalam centimeter air (cm H2O), Setiap kenaikan tekanan 1,36 cm H2O akan menaikkan tekanan sebanyak 1 mm tekanan air raksa. (Guyton & Hall, 2008).
Pada saat terlentang tekanan rongga abdomen juga berpengaruh terhadap curah jantung yang berasal dari ekstremitas bawah. Tekanan normal rongga peritoneal pada seseorang yang terlentang rata-rata 6 mmHg, tetapi sewaktu-waktu dapat mengalami peningkatan sampai 15 mmHg akibat kehamilan, tumor besar dan kelebihan cairan di rongga peritoneal. Bila hal ini terjadi tekanan di vena tungkai harus naik diatas tekanan abdomen agar vena abdomen terbuka dan memungkinkan darah mengalir dari tungkai ke jantung (Guyton & Hall, 2008). Besarnya tekanan darah tidak konstan karena dipengaruhi oleh banyak faktor secara kontinu sepanjang hari. Besarnya tekanan darah dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status emosi, nyeri dan obat-obatan (Palmer & William, 2005).
2.        Hipotensi
Hipotensi didefinisikan tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg atau dibawahnya. Hal ini bisa disebabkan oleh turunnya curah jantung dan turunya tahanan pembuluh darah perifer. Hipotensi bisa dapat menyebabkan perfusi ke jaringan menjadi terganggu, oleh karena itu harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang tepat (Potter & Perry, 2005).
Penurunan tekanan darah sistolik > 20% dari tekanan darah sistolik awal juga bisa dikatagorikan sebagai hipotensi dan hal ini sering dijumpai pada pasien dengan spinal anestesi (Rahtmell, 2004).
Salah satu monitoring hemodinamik yang sering dilakukan untuk mengetahui keefektipan curah jantung dengan melihat tekanan sistolik dan diastolik adalah tekanan darah arteri rata-rata atau yang sering disebut mean arterial pressure (MAP). Tekanan darah arteri rata-rata merupakan tekanan yang mendorong darah melewati sistem sirkulasi. Penghitungan secara matematis atau secara elektronik dapat dilakukan untuk mengetahui nilai dari tekanan darah arteri rata-rata. Adapun rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai tekanan darah arteri rata-rata adalah: nilai tekanan darah sitolik ditambah dua kali nilai tekanan diastolik, kemudian dibagi tiga. Angka normal untuk tekanan darah arteri rata-rata adalah 70-105 mmHg (Darovich, 2008). Nilai MAP kurang dari 70 mmHg akan mengganggu perfusi jaringan dan penurunan tekanan darah sistolik > 20% dari tekanan darah sistolik pre operatif dapat dikatagorikan sebagai hipotensi (Aitkenhead A.R, 2007).
3.        Hipotensi pada Spinal Anestesi.
Respon kardiovaskuler terhadap spinal anestesia merupakan akibat dari blok saraf simpatis yang diinduksi obat anestesi lokal intratekal. Impuls simpatis dibawa oleh serat saraf Aδ dan serat C, yang dapat diblok dengan mudah oleh obat anestesi lokal. Blok simpatis biasanya mencapai beberapa dermatom di atas blok sensoris selama periode spinal anestesi. Serat saraf simpatis berasal dari medula spinalis dari T1 sampai L2, sehingga blok simpatis total dapat terjadi dengan blok sensoris setinggi thorakal (Benzon, 2005).
Blok simpatis menyebabkan vasodilatasi arteriole, secara khas menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik sebesar 15-20%. Sebagai catatan, pada keadaan ini otot polos arteriol masih memiliki autoregulasi lokal, dimana tonus vasomotor tersebut masih dapat dimodulasi oleh kebutuhan metabolisme lokal. Sebaliknya, tonus vena hilang secara penuh pada blok simpatis. Karena itu, venous pooling terjadi selama spinal anestesia dan venous return menjadi tergantung terhadap gravitasi dan tekanan negatif intrathorak selama pernafasan spontan.
Karena tahanan vaskuler sistemik (afterload) menurun selama spinal anestesi dan preload menjadi penentu utama dari curah jantung, pemberian cairan intravena dan posisi pasien merupakan tindakan utama dalam mencegah hipotensi selama spinal anestesi (Rathmell, 2004).

Manifestasi yang umum pada spinal anestesi adalah hipotensi. Pada 5- 10 menit pertama adalah waktu dimana hipotensi terjadi pada pasien spinal anestesi, oleh karena itu pemantauan tekanan darah dilakukan ketat pada menit-menit tersebut (Liguori, 2007). Pada penelitian yang dilakukan Wiwi Handayani tahun 2013, didapatkan setelah spinal anestesi rata-rata tekanan darah sistolik adalah 99,59 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik pada nilai 58,65 mmHg.

Keuntungan dan Kerugian Spinal Anestesi.

Keuntungan dan Kerugian Spinal Anestesi.
Spinal anestesi dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan dari spinal anestesi diantaranya :
a.    Biaya lebih murah karena pemakaian obat dan gas anestesi lebih sedikit.
b.    Kepuasan pasien terjadi karena pasien merasa senang waktu pulih yang cepat serta efek samping minimal.
c.    Spinal anestesi dapat mengurangi depresi sistem pernafasan, sepanjang ketinggian blok dapat dihindari sehingga relatif aman dilakukan pada pasien usia lanjut dengan masalah pada sistem pernafasan.
d.   Jalan nafas dapat dipertahankan sehingga obstruksi jalan nafas dan aspirasi dapat dihindari karena pasien sadar.
e.    Pada pasien Diabetes Melitus sangat kecil terjadi risiko terjadi hipoglikemi yang tidak diketahui karena pasien sadar.
f.     Spinal anestesi memberikan relaksasi yang baik pada otot terutama daerah operasi perut bawah dan anggota gerak bawah (Keat, 2012).
Kerugian dari anestesi spinal adalah :
a.    Hipotensi sering terjadi.
b.    Psikologi pasien kadang terganggu akibat operasi secara sadar, hal sering terjadi adalah kecemasan.
c.    Dapat menyebabkan terjadinya meningitis apabila menggunakan alat yang tidak steril atau teknik yang tidak aseptik.
d.   Sering terjadi nyeri kepala paska operasi.
e.    Dokter bedah kadang-kadang merasa stress untuk mengoperasi pasien dalam keadaan sadar (Smelter & Bare, 2006).


Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ketinggian Level Blokade

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ketinggian Level Blokade
Ketinggian level blok akan mempengaruhi blok pada simpatis. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran larutan anestesi lokal dalam cairan serebro spinalis dan sejauh mana akhir dari blok/ ketinggian level blokade yang diperoleh. Faktor tersebut dibagi terbagi
atas faktor mayor dan faktor minor (Rathmell, 2004).
a.    Faktor mayor yang dapat mempengaruhi ketinggian level blok diantaranya adalah :
1)   Baritas larutan anestesi lokal.
Pada larutan anestesi lokal yang hiperbarik dimana berat jenisnya lebih besar dari cairan serebro spinalis maka pada posisi head down larutan anestesi lokal akan mengarah kepala atau keatas karena pengaruh gravitasi. Jadi semakin besar berat jenis larutan anestesi lokal yang digunakan, maka ketinggian blokade yang dihasilkan semakin tinggi.
2)   Posisi pasien selama penyuntikan maupun segera setelah penyuntikan.
Posisi pasien duduk selama beberapa menit setelah injeksi larutan anestesi lokal yang hiperbarik dapat menghasilkan “ blok pelana ’’ yang hanya mempengaruhi akar saraf sacral. Sebaliknya pada posisi kepala lebih rendah / head down maka larutan anestesi lokal akan mengarah ke cephalad. Pada posisi terlentang normalnya dengan larutan anestesi lokal yang hiperbarik akan mencapai ketinggian blokade antara T4 - T8.
3)   Dosis larutan anestesi lokal yang digunakan.
Jumlah larutan anestesi lokal yang disuntikkan akan dapat mempengaruhi ketinggian blokade. Semakin besar dosis yang diberikan , maka ketinggian blok yang dihasilkan akan lebih tinggi daripada yang diberikan dosis yang lebih kecil.
b.    Faktor minor yang mempengaruhi ketinggian level blok diantaranya :
1)   Lokasi penyuntikan.
Lokasi penyuntikan dari spinal anestesi yaitu antara lumbal 2 - 3, lumbal 3 - 4, atau lumbal 4 - 5. Semakin tinggi lokasi penyuntikan, maka ketinggian blokade yang dihasilkan semakin tinggi.
2)   Anatomi tulang belakang.
Pada pasien yang mengalami kelainan tulang belakang seperti skoliosis, kiposis atau lordosis akan menghasilkan ketinggian blok yang berbeda.
3)   Umur.
Pada pasien dengan usia tua dimana terjadi penurunan volume cairan serebro spinalis akan menghasilkan ketinggian blokade yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan usia muda.
4)   Tekanan intra abdominal.
Pada pasien dengan peningkatan tekanan intra abdominal seperti pada tumor abdomen, asites atau pada wanita hamil dapat menghasilkan ketinggian blokade yang lebih tinggi.
5)   Berat badan.
Pada pasien yang gemuk atau obesitas akan dapat meningkatkan tekanan intra abdominal sehingga dapat meningkatkan ketinggian blokade.


Tunjangan Ke-19 Perawat dan Bidan

Tunjangan Ke-19 Perawat dan Bidan
Perawat sebagai tenaga medis tentunya berkeinginan memiliki tambahan pendapatan agar kesejahteraan tenaga meningkat. Perawat juga menginginkan adanya peningkatan kesejahteraan tersebut. Pemerintah telah mencanangkan adanya tambahan gaji khususnya gaji ke-13 dan ke-14.
Namun bagi perawat non PNS sangat menginginkan tambahan penghasilan sebagai tenaga medis khususnya peawat dan bidan. Status perawat Indonesia masih sangat memprihatinkan karena banak yang belum dan tidak bisa menjadi pegawai PNS, namun penghasilan sebagai perawat juga tidak begitu baik untuk kesejahteraan mereka.

Untuk perawat ang menginginkan peningkatan pendapatan maka perlu mendapatkan langkah-langkah yang mendukung hal tersebut. ……

Teknik Spinal Anestesi

Teknik Spinal Anestesi
Spinal anestesi adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Tehnik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Untuk melakukan blok spinal, posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah adalah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien (Latief,S.A. dkk, 2007)
Posisi duduk sering dipilih secara rutin oleh beberapa praktisi, dan sering dipilih pada pasien-pasien yang gemuk. Pada populasi orang yang gemuk, palpasi pada garis tengah prosesus spinosus sering kali sulit untuk dilakukan atau tidak memungkinkan. Pada kasus seperti ini, posisi garis tengah dapat diperkirakan dengan menghubungkan garis hayal yang menghubungkan vertebra cervical yang paling prominen (C7) dan celah intergluteal dan lebih mudah dilakukan ketika pasien berada pada posisi duduk (Rathmell, 2004)
Tempat tusukan yang sering digunakan misalnya L2-L3, L3-L4, atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya beresiko menyebabkan trauma pada medulla spinalis. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, atau 25G dapat langsung digunakan, sedangkan untuk jarum kecil 27G atau 29G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (Aitkenhead & Smith, 2007).

Gambar 1. Posisi lateral dekubitus.
Setelah pungsi dilakukan dan cairan serebrospinalis mengalir melalui aspirasi lembut alat suntik yang dihubungkan dengan jarum spinal, obat anestesi dapat disuntikkan dengan kecepatan 0,5 ml setiap detik. Penyebaran anestesika lokal melalui cairan serebrospinalis dipengaruhi oleh total dosis yang disuntikkan, konsentrasi larutan, dan posisi pasien selama dan segera setelah penyuntikan anestesi lokal. Setelah obat disuntikkan, pasien perlu diposisikan sesuai dengan ketinggian anestesi yang ingin dicapai, sehingga memblok serabut saraf yang mempersarafi kulit dan organ interna yang akan dikenai prosedur operasi (Gruendemann & Fernsebner, 2005).

Faktor tambahan berupa ketinggian suntikan pada saat melakukan teknik spinal anestesi juga pertimbangkan dalam observasi efek dari obat spinal anestesi. Setelah teknik dilakukan sesuai prosedur maka untuk mengevaluasi keberhasilan anestesi dapat diketahui dari perubahan suhu pada blok simpatis, pada blok sensori melalui uji tusuk jarum, dan blok motorik dari skala Bromage (Latief,S.A. dkk, 2007).

Peran Perawat Perioperatif.

Peran Perawat Perioperatif.
Perawat perioperatif sebagai anggota tim operasi, mempunyai peran dari dari tahap pra operasi sampai pasca operasi. Secara garis besar maka peran perawat perioperatif adalah:
a.    Perawat Administratif.
Perawat administratif berperan dalam pengaturan manajemen penunjang pelaksanaan pembedahan. Tanggung jawab dari perawat administratif dalam kamar operasi diantaranya adalah perencanaan dan pengaturan staf, manajemen penjadwalan pasien, manajemen perencanaan material dan menajemen kinerja. Oleh karena tanggung jawab perawat administratif lebih besar maka diperlukan perawat yang mempunyai pengalaman yang cukup di bidang perawatan perioperatif.
Kemampuan manajemen, perencanaan dan kepemimpinan diperlukan oleh seorang perawat administratif di kamar operasi (Muttaqin, 2009)
b.    Perawat Instrumen.
Perawat instrumen adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberikan wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan alat atau instrumen pembedahan selama tindakan dilakukan. Optimalisasi dari hasil pembedahan akan sangat di dukung oleh peran perawat instrumen. Beberapa modalitas dan konsep pengetahuan yang diperlukan perawat instrumen adalah cara persiapan instrument berdasarkan tindakan operasi, teknik penyerahan alat, fungsi instrumen dan perlakuan jaringan (HIPKABI, 2012).
c.    Perawat sirkuler.
Perawat sirkuler adalah perawat profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran tindakan pembedahan. Peran perawat dalam hal ini adalah penghubung antara area steril dan bagian kamar operasi lainnya. Menjamin perlengkapan yang dibutuhkan oleh perawat instrumen merupakan tugas lain dari perawat sirkuler (Majid, 2011).
d.   Perawat Ruang pemulihan.
Menjaga kondisi pasien sampai pasien sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang rawat inap adalah satu satu tugas perawat ruang pemulihan. Perawat yang bekerja di ruang pemulihan harus mempunyai keterampilan dan pengetahuan tentang keperawatan gawat darurat karena kondisi pasien bisa memburuk sewaktu-waktu pada tahap pasca operasi (muttaqin,2009).
e.    Perawat Anestesi.
Mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam tim anestesi untuk kelancaran pelaksanaan pembiusan adalah peran perawat anestesi. Seorang perawat anestesi adalah perawat yang terlatih di bidang perawatan anestesi dan telah menyelesaikan program pendidikan D-III anestesi atau yang sederajat. D-III Keperawatan yang telah mengikuti pelatihan keperawatan anestesi minimal selama satu tahun, juga bisa diberikan wewenang dalam perawatan anestesi (Muttaqin, 2009).
Peran perawat anestesi mulai dari tahap pra operasi, intra operasi dan pasca operasi. Pada tahap pra operasi, perawat anestesi berperan untuk melakukan sign in bersama dengan dokter anestesi. Tahap intra operatif, perawat anestesi bertanggung jawab terhadap kesiapan instrumen anestesi, manajemen pasien termasuk posisi pasien yang aman bagi aktivitas anestesi dan efek yang ditimbulkan dari anestesi.
Kolaborasi dalam pemberian anestesi dan penanganan komplikasi akibat anestesi antara dokter anestesi dan perawat anestesi, adalah hal yang wajib dilakukan sebagai anggota tim dalam suatu operasi baik dalam pemberian anestesi lokal, anestesi umum dan anestesi regional termasuk spinal anestesi (Majid, 2011).


Minggu, 22 Mei 2016

Tahap-Tahap Keperawatan Perioperatif

Tahap-Tahap Keperawatan Perioperatif
Ada beberapa tahapan dalam keperawatan perioperatif dan keberhasilan dari suatu pembedahan tergantung dari setiap tahapan tersebut. Masing-masing tahapan dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula. Adapun tahap-tahap keperawatan periopertif adalah (Hamlin, 2009):
a.         Tahap pra operasi.
Tahap ini merupakan tahap awal dari keperawatan periopertif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada tahap ini, kesalahan yyang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Bagi perawat perioperative tahap ini di mulai pada saat pasien diserah-terimakan dikamar operasi dan berakhir pada saat pasien dipindahkan ke meja operasi.
b.        Tahap intra operasi.
Tahap ini dimulai setelah pasien dipindahkan ke meja operasi dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas di ruang operasi difokuskan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien tanpa mengenyampingkan psikologis pasien. Diperlukan kerjasama yang sinergis antar anggota tim operasi yang disesuaikan dengan peran dan tanggung jawab masing-masing. Salah satu peran dan tanggung jawab perawat adalah dalam hal posisi pasien yang aman untuk aktifitas pembedahan dan anestesi.
c.         Tahap pasca operasi.
Keperawatan pasca operasi adalah tahap akhir dari keperawatan perioperatif. Selama tahap ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi pasien. Bagi perawat perioperative perawatan pasca operasi di mulai sejak pasien dipindahkan ke ruang pemulihan sampai diserah-terimakan kembali kepada perawat ruang rawat inap atau ruang intensif.


Definisi Peran Perawat

Definisi Peran Perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari masyarakat sesuai dengan kedudukannya di masyarakat. Peran perawat adalah seperangkat tingkah laku yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan profesinya. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial dan bersifat tetap (Kusnanto, 2004). Peran perawat adalah tingkah laku perawat yang diharapkan oleh orang lain untuk berproses dalam sistem sebagai pemberi asuhan, pembela pasien, pendidik, coordinator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu (Ali, 2002).
Peran perawat dalam melakukan perawatan diantaranya:
a.    care giver atau pemberi asuhan keperawatan
Perawat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasienmeliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga evaluasi. Selain itu, perawat melakukan observasi yang kontinu terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan, memberikan informasi yang terkait dengan kebutuhan pasien sehingga masalahpasien dapat teratasi (Susanto, 2012);
b.    client advocate atau advokator
Perawat sebagai advokator berfungsi sebagai perantara antara pasien dengan tenaga kesehatan lain. Perawat membantu pasien dalam memahami informasi yang didapatkan, membantu pasien dalam mengambil keputusan terkait tindakan medis yang akan dilakukan serta memfasilitasi pasien dan keluarga serta masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal (Kusnanto, 2004);
c.    client educator atau pendidik
Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai pendidik bertugas untuk memberikan pengajaran baik dalam lingkungan klinik, komunitas, sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat (Brunner&Suddarth, 2003). Perawat sebagai pendidik berperan untuk mendidik dan mengajarkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan lain sesuai dengan tanggungjawabnya. Perawat sebagai pendidik berupaya untuk memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada klien dengan evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009)
d.   change agent atau agen pengubah
Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu perubahan atau inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya kesehatan yang optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola pikir pasien, keluarga, maupun masyarakat untuk mengatasi masalah sehingga hidup yang sehat dapat tercapai (Susanto, 2012);
e.    peneliti
Perawat sebagai peneliti yaitu perawat melaksanakan tugas untuk menemukan masalah, menerapkan konsep dan teori, mengembangkan penelitian yang telah ada sehingga penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk peningkatan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai peneliti diharapkan mampu memanfaatkan hasil penelitian untuk memajukan profesi keperawatan (Sudarma, 2008).
f.     consultant atau konsultan
Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien. Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien (Kusnanto, 2004);
g.    collaborator atau kolaborasi

Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada klien (Susanto, 2012).

Definisi Perawat

Definisi Perawat
Perawat menurut Undang-Undang Kesehatan No 23, tahun 1992 menyebutkan bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Perawat di Puskesmas adalah semua tenaga lulusan pendidikan keperawatan yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pelayanan perawatan kesehatan kepada masyarakat di Puskesmas yaitu sebagai pelaksana keperawatan di Puskesmas (Depkes, 2006).

Peran perawat kesehatan masyarakat Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari dalam ataupun dari luar dan bersifat stabil (Kozier & Barbara dalam Mubarak & Chayatin, 2009). Peran perawat adalah sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan, dan institusi pendidikan, sebagai pendidik, peneliti, serta pengembang keperawatan (Lokakarya Nasional dalam Mubarak & Chayatin, 2009) Peran utama dari perawat kesehatan masyarakat adalah memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai masalah kesehatan/keperawatan apakah itu dirumah, sekolah, panti, dan sebagainya sesuai kebutuhan (Depkes, 2004)

Definisi Pelayanan Keperawatan

Definisi Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan merupakan bentuk pelayanan yang holistic terhadap manusia dengan berdasarkan pada standar pelayanan keperawatan dan kode etik keperawatan (Ake, 2003). Pelayanan keperawatan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada masyarakat sesuai dengan kaidah profesi perawat. Pelayanan keperawatan profesional dilakukan diberbagai tatanan pelayanan kesehatan termasuk di dalam masyarakat dan di rumah sakit (Kusnanto, 2004). Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dapat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan (Kamaruzzaman, 2009).
Menurut penelitian Huber (1996, dalam Kamaruzzaman, 2009) mengatakan bahwa sebanyak 90% pelayanan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang diberikan akan berdampak pada pasien sebagai penerima jasa layanan keperawatan. Dampak yang terjadi jika pelayanan keperawatan yang diberikan tidak baik yaitu pasien akan merasa enggan untuk kembali berobat ke rumah sakit tersebut (Azwar, 1997 dalam Kamaruzzaman, 2009). Pelayanan keperawatan adalah upaya yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan keselamatan. Keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit menjadi fokus utama pelayanan kesehatan saat ini. Era keselamatan pasien di dunia dimulai dari negara Australia dengan program Australian Council for Safety and Quality In Health Care yang dibentuk oleh MON Australia pada tahun 2000. Era keselamatan pasien di Indonesia dibentuk oleh PERSI pada tahun 2005 dengan nama Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Keselamatan pasien di rumah sakit mulai diakreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada tahun 2008. Akhirnya, tahun 2009 muncul Undang-undang tentang Rumah Sakit yaitu keselamatan pasien wajib dilaksanakan oleh Rumah Sakit (Tandiari, 2012).

Sabtu, 21 Mei 2016

Teori dan Dasar-Dasar Keperawatan

Teori dan Dasar-Dasar Keperawatan

A.      Teori Keperawatan
Barnum (1990), mengemukakan bahwa teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan, menjelaskan fenomena (proses, peristiwa, kejadian) mengenai keperawatan. Teori keperawatan dapat membedakan antara keperawatan dengan disiplin dan aktivitas lain didalam memberikan pelayanan untuk mencapai tujuan dengan menguraikan, menjelaskan dan mengontrol kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
B.       Proses dasar pengembangan teori-teori keperawatan
Teori-teori keperawatan seringkali didasari dan dipengaruhi oleh suatu proses dan teori-teori lain yang dapat digunakan secara luas. Ide-ide dan teori-teori tersebut merupakan dasar pada beberapa konsep-konsep keperawatan dan merupakan bagian dari literature keperawatan. Para perawat harus memahami teori-teori dan istilah tersebut, sehingga mampu mengembangkan pengetahuan dibidang keperawatan. Teori-teori tersebut diantaranya adalah teori system, teori stress adaptasi, dan teori perkembangan.
Dengan mengembangkan teori-teori keperawatan akan mampu memperbaiki otonomi keperawatan, dengan dasar-dasar pemikiran sebagai berikut :
1.    Teori keperawatan terdiri dari batang tubuh pengetahuan khusus yang dapat dijadikan sebagai dasar oleh perawat dalam membuat keputusan untuk memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan
2.    Tindakan keperawatan berdasarkan atas rasional yang dapat diterima secara luas, dapat dipercaya dan masyarakat akan mengakui
3.    Dengan teori-teori keperawatan, asuhan keperawatan yang diebrikan kepada klien hasilnya akan tanpak nyata
4.    Adanya teori keperawatan, pelayanan keperawatan dapat dibedakan dengan praktek yang dilakukan oleh perofesi kesehatan lain.
C.       Karakteristik dasar teori keperawatan
Teori-teori keperawatan mengidentifikasi dan menjabarkan konsep-konsep khusus yang berhubungan dengan keperawatan dan hal-hal nyata yang berhubungan dengan konsep-konsep tersebut. Teori keperawatan harus memenuhi karakteristik sebagai berikut :
1.    Teori keperawatan harus berdasarkan kenyatataan-kenyataan yang ada dalam alam ini, yang dapat digunakan berdasarkan alasan-alasan dan hubungan-hubungan yang dikembangkan dengan menggunakan rangkaian pada kenyataan.
2.    Teori keperawatan harus selalu konsisten sebagai dasar asumsi yang digunakan untuk mengembangkannya.
3.    Teori keperawatan harus sederhana dan bersifat umum, sehingga dapat dipergunakan pada berbagai macam situasi praktek keperawatan dengan jangkauan yang luas.
4.    Teori-teori keperawatan harus dapat dipakai sebagai dasar penelitian dan akhirnya dapat digunakan sebagai pedoman dan perbaikan praktek keperawatan.
D.      Komponen didalam teori keperawatan
Ada empat konsep yang biasanya terdapat pada teori-teori keperawatan, yang mempengaruhi dan menentukan praktek keperawatan dan biasanya disebut paradigma keperawatan. Empat konsep tersebut antara lain adalah Manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Pengertian dari masing-masing konsep ini berbeda menurut teori satu dengan teori yang lain.
E.       Tujuan teori keperawatan
Teori keperawatan dalam pengembangannya harus mempunyai tujuan, diantaranya adalah :
1.    Teori keperawatan memberikan rasional-rasional tentang kenyataan-kenyataan yang dihadapi dibidang keperawatan
2.    Teori keperawatan membantu para perawat untuk memahami pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan dalam pemberian asuhan keperawatan, memberikan dasar untuk diskusi dan penyelesaian masalah-masalah keperawatan
3.    Teori keperawatan memberikan dasar untuk penyelesaian masalah, sehingga tindakan keperawatan mempunyai tujuan dapat dikoordinir dan dapat dipertimbangkan
4.    Teori keperawatan dapat memberikan dasar asumsi dan filosofi keperawatan, sehingga pengetahuan dan pemahaman tentang keperawatan bagi para perawat dapat meningkat
F.        Penerapan teori keperawaatan ke dalam praktek keperawatan

Para perawat haus membuat suatu kesepakatan bersama mengenai apa itu keperawatan dan bagaimana teori tersebut dapat dilaksanakan, sehingga para perawat mendapatkan petunjuk untuk menentukan tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan dan pada akhirnya pemberian asuhan dapat terus ditingkatkan mutunya.

Konsep dan Model Konseptual Keperawatan

Konsep dan Model Konseptual Keperawatan
A.      KONSEP
Konsep dapat disebut juga ide-ide, yaitu kesan-kesan yang abstrak dari lingkungan yang diorganisir melalui symbol-symbol yang nyata. Misalnya konsep mengenai obyek, sifat-sifat dan kejadian dan lain-lain. Kumpulan dari konsep-konsep ini akan menyusun kerangka konseptual atau model konseptual yang tersusun dari idea-idea abstrak dan umum dan preposisi yang menspesifikasi hubungan diantara keduanya.
B.       MODEL KONSEPTUAL
Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang menerangkan tentang serangkaian idea-idea global tentang keterlibatan individu, kelompok, situasi atau kejadian, terahadap suatu ilmu dan pengembanganya. Model konseptual ini dapat dijabarkan sebagai serangkaian konsep dan asumsi yang beritegrasi menjadi suatu gamabaran yang bermakna.
Model konseptual sering tersusun sebagai hasil pendalaman intuitif seorang ilmuwan yang terutama terjadi dalam lingkup keilmuan disiplin terkait. Model konseptual amat penting sebagai landasan perkembangan disiplin ilmu tertentu Model konseptual keperawatan memiliki area fenomena ilmu keperawatan yang melibatkan empat konsep, yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.
1.    Manusia, sebagai pribadi yang utuh dan unik. Konseptualisasi keperawatan memandang manusia sebagai makluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, masyarakat, dan kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya.
2.    Lingkungan yang merupakan sumber awal masalah tetapi juga pendukung bagi individu,
3.    Kesehatan yang merupakan kisaran sehat sakit yang hanya dapat terputus ketika seseorang meninggal,
4.    Keperawatan sebagai komponen penting dalam perannya sebagai faktor penentu pulihnya atau meningkatnyakeseimbangan kehidupan seseorang (klien)
Model konseptual keperawatan akan berpengaruh dalam keempat konsep sebagai berikut :
1.    Model konseptual keperawatan akan menguraikan situasi yang terjadi dalam sutu lingkungan atau stressor yang mengakibatkan seseorang individu berupaya menciptakan perubahan yang adaptif dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia

2.    Model konseptual keperawatan mencerminkan upaya menolong orang mempertahankan keseimbangan melalui pengembangan mekanisme koping yang posistif untuk mengatasi streesor ini.

Definisi dan Proses Asuhan Keperawatan

Definisi dan Proses Asuhan Keperawatan
Model ilmu keperawatan berdasarkan adaptasi Roy (Nursalam, 2008) memberikan pedoman kepada perawat dalam mengembangkan asuhan keperawatan. Unsur proses keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, intervenís dan evaluasi.
1.    Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien serta sistematis menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Rasionalnya pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan pasien yang digunakan untuk merumuskan masalah pasien dan sebagai rencana tindakan. Adapun kriteria proses, meliputi :
a.    Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
b.    Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.
c.    Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
1)   Status kesehatan klien masa lalu
2)   Status kesehatan klien saat ini
3)   Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
4)   Respon terhadap terapi
5)   Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
6)   Resiko-resiko tinggi masalah
Proses pengkajian ini perawat menganalisis pola perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respons atau respons adaptif yang memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respons (maladaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, konstekstual, dan residual yang berdampak pada klien. Proses ini bertujuan untuk mengklarifikasi penyebab dari masalah dan mengidentifikasi faktor kontekstual dan residual yang sesuai (Nursalam, 2008).
2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan yang timbul dari diri sendiri maupun luar (lingkugan). Sifat diagnosis keperawatan adalah (1) berorientasi pada kebutuhan dasar manusia, (2) menggambarkan respons individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit, (3) berubah jika respons individu juga berubah (Nursalam, 2008). Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose keperawatan.
Adapun kriteria proses, meliputi :
a.    Perencanaan diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, indentifikasi masalah klien dan perumusan diagnosa keperawatan.
b.    Diagnosa keperawatan terdiri dari : masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)
c.    Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan
d.   Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.
3.    Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses, meliputi :
a.    Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.
b.    Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan
c.    Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d.   Mendokumentasi rencana keperawatan.
4.    Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi :
a.    Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b.    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
c.    Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien
d.   Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
e.    Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.
5.    Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatandalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya :
a.    Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b.    Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan
c.    Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat
d.   Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.