Minggu, 31 Juli 2016

Pengauh Elevasi Kaki

Pengauh Elevasi Kaki .
Elevasi Kaki pada Spinal Anestesi Spinal anestesi akan menyebabkan blok simpatis yang berakibat tonus vena hilang secara penuh pada bagian yang teranestesi dalam hal ini adalah ekstremitas bawah dan abdomen bawah (Benzon, 2005). Efek dari hilangnya tonus vena akan menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh darah vena.
Penumpukan darah (venous pooling) akan terjadi selama spinal anestesia dan venous return menjadi tergantung terhadap gravitasi. Penurunan tekanan darah adalah hal yang paling nyata terlihat sebagai efek dari mekanisme tersebut. Salah Satu pencegahan penurunan tekanan darah akibat hal tersebut dapat dilakukan dengan intervensi fisik berupa modifikasi posisi pasien yaitu elevasi kaki (Rathmell, 2004).
Elevasi kaki merupakan pengaturan posisi pasien dimana anggota gerak bawah diatur pada posisi lebih tinggi daripada jantung (Keat, 2012). Perbedaan ketinggian antara ujung kaki dan jantung akan menyebabkan adanya perbedaan tekanan. Membuat perbedaan tekanan antara daerah yang teranestesi dengan jantung merupakan suatu mekanisme terhadap upaya peningkatan venous return. Pada kondisi spinal anestesi adanya perbedaan tekanan antara ujung kaki dan pangkal paha akan mempermudah aliran darah bali ke jantung (Guyton, 2008). Energi gravitasi dari akan ditimbulkan oleh posisi elevasi kaki pada spinal anestesi (Morgan, 2011).
Pada spinal anestesi akan terjadi hilangnya tonus vena yang berakibat vasodilatasi kemudian adanya venous pooling. Mekanisme tersebut mengakibatkan penurunan curah jantung dan akan menimbulkan suatu ketidakstabilan tekanan darah, hal yang paling sering terjadi adalah berupa penurunan tekanan darah. Pada saat spinal anestesi maka venous return akan tergantung terhadap gravitasi dan tergantung pula dengan adanya perbedaan tekanan. Elevasi kaki akan menyebabkan adanya perbedaan tekanan antara ujung kaki dan bagian jantung atau badan serta menimbulkan efek dari gaya gravitasi. Dengan adanya elevasi kaki diharapkan tekanan di ujung kaki lebih tinggi daripada badan atau jantung. Harapan dari posisi tersebut akan menghindarkan adanya penumpukan darah pada ekstremitas bawah sehingga aliran darah balik ke jantung tetap terpelihara dengan baik dan ketidakstabilan tekanan darah berupa penurunan tekanan darah atau hipotensi tidak sampai terjadi.

Minggu, 24 Juli 2016

Pencegahan Hipotensi pada Spinal Anestesi.

Pencegahan Hipotensi pada Spinal Anestesi.
Hipotensi pada spinal anestesi terjadi karena penurunan darah balik, penurunan secara fungsional volume sirkulasi efektif karena vasodilatasi dan penumpukan darah, penurunan tekanan pembuluh darah sistemik karena vasodilatasi dan penurunan curah jantung karena penurunan kontraktilitas danyut jantung (Rathmell, 2004). Beberapa cara untuk mencegah hipotensi pada spinal anestesi adalah :
a.    Pemberian (pre loading) cairan
Pemberian cairan intravena (kristaloid dan koloid) secara luas digunakan untuk mencegah penurunan tekanan darah/hipotensi. Dengan pemberian cairan intravena akan meningkatkan volume darah sirkulasi untuk mengkompensasi penurunan tekanan vaskuler perifer. Cairan koloid berada di intravaskuler lebih lama, tetapi lebih mahal dan risiko anafilaksis (Morgan, 2011). Hipotensi pada spinal anestesi dapat dicegah dengan pemberian pre loading cairan kristaloid. Namun hal ini tergantung dari waktu pemberian cairan tersebut. Pemberian cairan pre loading dapat menimbulkan risiko, sering kali pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru-paru (Poscod, 2007).
b.    Pemberian Vasopresor.
Efedrin merupakan vasopressor yang paling sering digunakan untuk mencegah terjadinya hipotensi pada spinal anestesi, pertama digunakan pada tahun 1927. Efedrin merupakan golongan fenilisopropanolamin non katekolamin yang mempunyai mekanisme aksi langsung dan tidak langsung dan merangsang receptor α dan β untuk meningkatkan curah jantung, denyut jantung, tekanan darah baik sistolik maupun diastolik.
Efedrin bisa digunakan lewat oral (25-50 mg), IM (25-50mg) dan IV (5-20 mg). Pada pemberian IV, onsetnya terjadi hampir langsung, dengan lama aksi 10-15 menit, dan efek puncak 2-5 menit. Sedangkan pemberian melalui IM onsetnya beberapa menit setelah injeksi, dengan efek puncak 10 menit dan lama aksi 15-60 menit (Stoelting, 2004).
c.    Pengaturan posisi.
Secara fisiologis penatalaksanaan dari hipotensi adalah dengan mengembalikan pre load. Cara paling efektif adalah dengan memposisikan pasien menjadi trendeleburg atau dengan head down. Walaupun posisi trendeleburg dapat membantu peningkatan preload tetapi posisi ini dapat meningkatkan ketinggian level blok pada pasien yang mendapatkan agen obat hiperbarik dan dapat memperburuk keadaan hipotensinya. Hal ini dapat dihindari dengan menaikkan bagian atas tubuh dengan menggunakan bantal dibawah bahu ketika bagian bawah tubuh sedikit dinaikan diatas jantung (Salinas, 2009).
Pengaturan posisi tubuh segera setelah injeksi lokal anestesi. Mengangkat kaki lebih tinggi dari jantung diharapkan penumpukan darah di ekstremitas bawah tidak terjadi karena darah akan mengalir dari kaki ke jantung, darah balik akan terpelihara, tekanan darah tidak turun. Hal ini dimungkinkan karena dengan posisi kaki lebih tinggi daripada jantung maka energi gravitasi di kaki lebih besar, tahanan pembuluh darah vena sentral lebih rendah daripada vena perifer dan adanya system katup yang senantiasa memungkinkan darah selalu mengalir ke jantung (Morgan, 2011).
Pemberian cairan pre loading dan pemberian posisi yang cermat setelah dilakukan spinal akan memperbaiki aliran balik dan curah jantung. Apabila pasien yang terhidrasi dengan baik mengalami penurunan tekanan darah meninggikan kaki sering digunakan untuk meningkatkan darah balik. Apabila upaya ini tidak cukup untuk menstabilkan tekanan darah, vasopresor sebagai upaya vasokontriksi vaskuler. Kadang-kadang dalam pencegahan dan penanganan hipotensi tindakan-tindakan seperti pre loading, pengaturan posisi dan pemberian vasopresor saling melengkapi (Keat, 2012)

Minggu, 17 Juli 2016

Elevasi Kaki pada Spinal Anestesi

Elevasi Kaki pada Spinal Anestesi
Spinal anestesi akan menyebabkan blok simpatis yang berakibat tonus vena hilang secara penuh pada bagian yang teranestesi dalam hal ini adalah ekstremitas bawah dan abdomen bawah (Benzon, 2005). Efek dari hilangnya tonus vena akan menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh darah vena.
Penumpukan darah (venous pooling) akan terjadi selama spinal anestesia danvenous return menjadi tergantung terhadap gravitasi. Penurunan tekanan darah adalah hal yang paling nyata terlihat sebagai efek dari mekanisme tersebut. Salah Satu pencegahan penurunan tekanan darah akibat hal tersebut dapat dilakukan dengan intervensi fisik berupa modifikasi posisi pasien yaitu elevasi kaki (Rathmell, 2004).
Elevasi kaki merupakan pengaturan posisi pasien dimana anggota gerak bawah diatur pada posisi lebih tinggi daripada jantung (Keat, 2012). Perbedaan ketinggian antara ujung kaki dan jantung akan menyebabkan adanya perbedaan tekanan. Membuat perbedaan tekanan antara daerah yang teranestesi dengan jantung merupakan suatu mekanisme terhadap upaya peningkatan venous return. Pada kondisi spinal anestesi adanya perbedaan tekanan antara ujung kaki dan pangkal paha akan mempermudah aliran darah bali ke jantung (Guyton, 2008). Energi gravitasi dari akan ditimbulkan oleh posisi elevasi kaki pada spinal anestesi (Morgan, 2011).

Pada spinal anestesi akan terjadi hilangnya tonus vena yang berakibat vasodilatasi kemudian adanya venous pooling. Mekanisme tersebut mengakibatkan penurunan curah jantung dan akan menimbulkan suatu ketidakstabilan tekanan darah, hal yang paling sering terjadi adalah berupa penurunan tekanan darah. Pada saat spinal anestesi maka venous return akan tergantung terhadap gravitasi dan tergantung pula dengan adanya perbedaan tekanan. Elevasi kaki akan menyebabkan adanya perbedaan tekanan antara ujung kaki dan bagian jantung atau badan serta menimbulkan efek dari gaya gravitasi. Dengan adanya elevasi kaki diharapkan tekanan di ujung kaki lebih tinggi daripada badan atau jantung. Harapan dari posisi tersebut akan menghindarkan adanya penumpukan darah pada ekstremitas bawah sehingga aliran darah balik ke jantung tetap terpelihara dengan baik dan ketidakstabilan tekanan darah berupa penurunan tekanan darah atau hipotensi tidak sampai terjadi.

Minggu, 10 Juli 2016

Pencegahan Hipotensi pada Spinal Anestesi.

Pencegahan Hipotensi pada Spinal Anestesi.
Hipotensi pada spinal anestesi terjadi karena penurunan darah balik, penurunan secara fungsional volume sirkulasi efektif karena vasodilatasi dan penumpukan darah, penurunan tekanan pembuluh darah sistemik karena vasodilatasi dan penurunan curah jantung karena penurunan kontraktilitas danyut jantung (Rathmell, 2004). Beberapa cara untuk mencegah hipotensi pada spinal anestesi adalah :
a.         Pemberian (pre loading) cairan
Pemberian cairan intravena (kristaloid dan koloid) secara luas digunakan untuk mencegah penurunan tekanan darah/hipotensi. Dengan pemberian cairan intravena akan meningkatkan volume darah sirkulasi untuk mengkompensasi penurunan tekanan vaskuler perifer. Cairan koloid berada di intravaskuler lebih lama, tetapi lebih mahal dan risiko anafilaksis (Morgan, 2011). Hipotensi pada spinal anestesi dapat dicegah dengan pemberian pre loading cairan kristaloid. Namun hal ini tergantung dari waktu pemberian cairan tersebut. Pemberian cairan pre loading dapat menimbulkan risiko, sering kali pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru-paru (Poscod, 2007).
b.        Pemberian Vasopresor.
Efedrin merupakan vasopressor yang paling sering digunakan untuk mencegah terjadinya hipotensi pada spinal anestesi, pertama digunakan pada tahun 1927. Efedrin merupakan golongan fenilisopropanolamin non katekolamin yang mempunyai mekanisme aksi langsung dan tidak langsung dan merangsang receptor α dan β untuk meningkatkan curah jantung, denyut jantung, tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Efedrin bisa digunakan lewat oral (25-50 mg), IM (25-50mg) dan IV (5-20 mg). Pada pemberian IV, onsetnya terjadi hampir langsung, dengan lama aksi 10-15 menit, dan efek puncak 2-5 menit. Sedangkan pemberian melalui IM onsetnya beberapa menit setelah injeksi, dengan efek puncak 10 menit dan lama aksi 15-60 menit (Stoelting, 2004).
c.         Pengaturan posisi.
Secara fisiologis penatalaksanaan dari hipotensi adalah dengan mengembalikan pre load. Cara paling efektif adalah dengan memposisikan pasien menjadi trendeleburg atau dengan head down.

Walaupun posisi trendeleburg dapat membantu peningkatan preload tetapi posisi ini dapat meningkatkan ketinggian level blok pada pasien yang mendapatkan agen obat hiperbarik dan dapat memperburuk keadaan hipotensinya. Hal ini dapat dihindari dengan menaikkan bagian atas tubuh dengan menggunakan bantal dibawah bahu ketika bagian bawah tubuh sedikit dinaikan diatas jantung (Salinas, 2009). Pengaturan posisi tubuh segera setelah injeksi lokal anestesi. Mengangkat kaki lebih tinggi dari jantung diharapkan penumpukan darah di ekstremitas bawah tidak terjadi karena darah akan mengalir dari kaki ke jantung, darah balik akan terpelihara, tekanan darah tidak turun. Hal ini dimungkinkan karena dengan posisi kaki lebih tinggi daripada jantung maka energi gravitasi di kaki lebih besar, tahanan pembuluh darah vena sentral lebih rendah daripada vena perifer dan adanya system katup yang senantiasa memungkinkan darah selalu mengalir ke jantung (Morgan, 2011). Pemberian cairan pre loading dan pemberian posisi yang cermat setelah dilakukan spinal akan memperbaiki aliran balik dan curah jantung. Apabila pasien yang terhidrasi dengan baik mengalami penurunan tekanan darah meninggikan kaki sering digunakan untuk meningkatkan darah balik. Apabila upaya ini tidak cukup untuk menstabilkan tekanan darah, vasopresor sebagai upaya vasokontriksi vaskuler. Kadang-kadang dalam pencegahan dan penanganan hipotensi tindakan-tindakan seperti preloading, pengaturan posisi dan pemberian vasopresor saling melengkapi (Keat, 2012)

Minggu, 03 Juli 2016

Komplikasi Spinal Anestesi

Komplikasi Spinal Anestesi
Ada beberapa komplikasi yang terjadi pada spinal anestesi. Efek sistemik utama yang diamati setelah spinal anestesi umunya bersifat kardiovaskuler dan disebabkan oleh blok preganglion simpatis oleh anestesi lokal. Komplikasi yang sering terjadi pada spinal anestesi adalah hipotensi yang disebabkan oleh blok simpatis, dimana derajat hipotensi bervariasi dan bersifat individual. Penurunan tekanan darah setelah penyuntikan spinal anestesi biasanya terjadi pada 5-10 menit pertama setelah penyuntikan sehingga tekanan darah perlu diukur setiap dua menit selama periode ini. Derajat hipotensi berhubungan ketinggian blok saraf simpatis (Liguori, 2007).
Komplikasi lain yang berhubungan dengan anestesi spinal adalah blok spinal tinggi, yang biasanya terjadi pada pemberian dosis berlebihan, dan gagalnya menurunkan dosis standar pada pasien-pasien tertentu (contohnya pasien tua, hamil, obesitas atau sangat pendek) atau dapat pula terjadi pada pasien yang memiliki sensitifitas terhadap obat dan penyebaran obat anestesi lokal. Pasien biasanya mengeluh kesukaran bernafas (dyspnea) dan kelemahan pada ekstremitas atas. Mual dengan atau tanpa muntah terjadi sebelum hipotensi. Ketika hal itu terjadi, pasien seharusnya dinilai kembali, diberikan oksigenasi kemudian bradikardi serta hipotensi diperbaiki (Morgan, 2011)
Anestesi spinal dapat naik menuju tingkat servikal, menyebabkan hipotensi yang berat, bradikardi dan gagal nafas. Pasien dapat jatuh pada keadaan tidak sadar, apnea dan hipotensi yang semakin berat. Keadaan ini biasa disebut sebagai total spinal. Penanganan yang perlu dilakukan berupa mempertahankan jalan nafas, ventilasi dan sirkulasi yang adekuat. Ketika terjadi gagal nafas, sebagai tambahan suplementasi oksigen diberikan ventilasi, intubasi dan bila perlu ventilasi mekanik (Keat, 2012)
Hipotensi yang berat dapat menyebabkan henti jantung yang merupakan komplikasi yang serius dari spinal anestesi bahkan bisa menyebabkan kematian. Pernah dilaporkan terjadi 28 kasus henti jantung dari 42,521 pasien oleh karena hipotensi yang berat pada spinal anestesi (Benzon, 2005). American Society of Anesthseiologist juga menyatakan ada 14 kasus mengalami henti jantung selama spinal anestesi. Sebagian besar henti jantung pada spinal anestesi terjadi oleh karena hipotensi yang berat yang tidak tertangani dengan baik (Rathmell, 2004).
Hipotensi dapat berakibat suplay darah kejaringan akan menurun sehingga menyebabkan gangguan perfusi organ dan oksigenasi tidak adekuat (Price, 2006). Hipotensi yang terjadi pada spinal anestesi dapat diterapi dengan tindakan medis berupa pemberian cairan intravena dengan cepat dan penggunaan vasopressor. Pemberian intervensi fisik seperti posisi meninggikan kaki/elevasi, akan membantu meningkatkan curah jantung akibat vasodilatasi (Kate, 2012).
Selain itu, dapat pula terjadi post-dural puncture headache (PDPH) dapat terjadi 2-7 hari setelah spinal dilakukan, hal ini dimungkinkan terjadi karena terjadi robekan pada dura. Hematoma karena adanya perdarahan minor pada saluran spinal, meningitis dan arachnoiditis karena kontaminasi alat yang tidak steril dan cairan yang diinjeksikan atau karena organisme pada kulit (Morgan, 2011).