Minggu, 26 Juni 2016

Fisiologi Spinal Anestesi

Fisiologi Spinal Anestesi
Setelah masuknya obat lokal anestesi ke ruang subarachnoid kemudian akan memblok hantaran impuls saraf simpatis sehingga yang dominan bekerja adalah saraf parasimpatis. Kemudian diikuti oleh saraf untuk rasa dingin, panas, raba dan tekanan. Yang mengalami blockade paling terakhir yaitu serabut motorik dan rasa getar. Blokade simpatis ditandai dengan meningkatnya suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestasi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan terbalik yaitu motorik akan pulih pertama kali (Barash, 2006).

Serabut saraf yang mengatur tonus otot polos dari arteri dan vena berasal dari vertebra torakalis ke-5 sampai lumbal ke-1 sedangkan yang mengatur denyut jantung berasal dari torakal ke-1 sampai thorakal ke-4. Akibat interupsi impul saraf simpatis pada kardiovaskuler akan mengakibatkan perubahan hemodinamik sesuai derajat blok simpatis.Blokade pada sistem darah vena dapat menyebabkan penurunan tonus pembuluh darah vena (vasodilatasi) sehingga terjadi penumpukan darah paska arteriole, mengakibatkan aliran balik vena menuju ke jantung berkurang yang berdampak pada menurunkannya cardiac output, volume sirkulasi menurun serta tekanan darah menurun. Dengan adanya reflek kompensasi vasokontriksi pembuluh darah yag tidak terkena blokade maka pasien tidak mengalami shock meskipun curah jantung serta volume sirkulasi menurun (Fee, 2004)

Minggu, 19 Juni 2016

Definisi Spinal Anestesi

Definisi Spinal Anestesi
Spinal anestesi atau blok subarakhnoid adalah salah satu teknik regional anestesi dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal secara langsung kedalam cairan serebrospinalis, tepatnya di dalam ruang subarakhnoid pada regio lumbal dibawah lumbal dua dan pada region sakralis diatas vetrebra sakralis satu. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sensasi dan menimbulkan blok motorik. Spinal anestesi pertama kali dikenalkan oleh Corning pada tahun 1885. Pada tahun 1989, spinal anestesi dipraktekkan dalam pengelolaan anestesi untuk operasi pada manusia oleh Bier Pitkin (1928) dan Cosgrove (1937) merupakan pelopor lain yang berperan dalam perkembangan spinal anestesi.
Kemudian spinal anestesi dipakai secara luas pada operasi ekstemitas bawah dan abdomen oleh karena lebih aman, simpel, ekonomis serta onset anestesi yang cepat (Morgan, 2011). Spinal Anestesi mengacu pada suatu manajemen memasukkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid sehingga menghalangi akar saraf pada tulang belakang. Akibat dari spinal anestesi menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah yang dilayani oleh ketinggian spinal cord (Hamlin dkk, 2009). Spinal anestesi sering disebut dengan blok intratekal dan paling umum dilakukan pada daerah antara vertebra lumbal 2-3 atau lumbal 3-4. (Mansjoer, 2010).

Minggu, 12 Juni 2016

Definisi Keperawatan Perioperatif

Definisi Keperawatan Perioperatif
.
Keperawatan perioperatif adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga tahap dalam suatu proses pembedahan yaitu tahap pra operasi, tahap intra operasi dan pasca operasi. Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan (Majid, 2011).

Keperawatan Perioperatif adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan di kamar bedah yang langsung diberikan pasien, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan. Keperawatan periopertif berpedoman pada standar keperawatan dilandasi oleh etika keperawatan dalam lingkup tanggung jawab keperawatan. Perawat yang bekerja di kamar operasi harus memiliki kompentensi dalam memberikan asuhan keperawatan perioperatif (HIPKABI, 2012).

Minggu, 05 Juni 2016

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat
Menurut Ilyas (2002) faktor yang mempengaruhi kinerja perawat yaitu karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Selengkapnya mengenai karakteristik individu, adalah sebagai berikut:
1.        Usia
Usia berpengaruh terhadap performa kinerja seseorang. Menurut Robbins (2001) menyebutkan bahwa kinerja dapat merosot seiring dengan bertambahnya usia. Namun demikian usia yang lebih tua diimbangi dengan adanya pengalaman.
2.        Jenis kelamin
Ada pendapat yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara pria dan wanita yang mempengaruhi kinerja. Studi-studi psikologis telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar pengaruhnya dari pada wanita dalam memiliki pengharapan/eksprektasi untuk sukses. Namuntidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar (Robins,2001).
3.        Tingkat pendidikan
Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Persyaratan kemampuan ini biasanya diakui apabila seorang individu telah melewati jenjang pendidikan tertentu. Secara umum kemampuan individu akan meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah di laluinya (Robins, 2001).
4.        Masa kerja

Lamanya seseorang bekerja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang sekalipun ia tidak memiliki tingkaat pendidikan yang tinggi. Karyawan yang sudah lama bekerja pada suatu institusi akan banyak memiliki pengalaman kerja terhadap bidang kerja yang ditekuninya.